Minggu, 05 Agustus 2018

Teori Pemerolehan Bahasa

TEORI-TEORI  PEMEROLEHAN BAHASA 


1.        1. TEORI NATIVIS
Teori "Nativist" oleh Chomsky", mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Saat seorang anak dilahirkan, ia telah memiliki serangkaian kemampuan berbahasa yang disebut "Tata Bahasa Umum" atau "Universal Grammar". Anak tidak sekadar meniru bahasa yang ia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (LanguageAcquisition Devise/LAD). Menurut teori ini, anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat, terutama untuk bahasa kedua, sebelum usia 10 tahun. Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja, 1990:33).

2.    2. TEORI BEHAVIORISTIK
Para ahli teori behavioristik berpendampat bahwa anak dilahirkan tanpa membawa kemampuan apa-apa. Dengan demikian anak belajar bahasa melalui pengondisian dari lingkungan, proses imitasi, reward dan reinforcement atau penguatan.
Teori "Behaviorist" oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengondisian stimulus yang menimbulkan respons. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap cenderung akan diulang ketika mendapat dorongan yang sesuai dengan kemampuan dari lingkungannya. Latihan untuk anak harus menggunakan bentuk-bentuk Perilaku positif pada anak anak pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respons) yang dikenalkan secara bertahap, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit.
Imitasi, reward,reinforcement dan frekuensi suatu perilaku merupakan factor yang penting dalam mempelajari bahasa. Sedangkan Bandura, menerangkan perkembangan bahasa dari sudut social. Artinya anak belajar bahasa dengan melakukan peniruan atau imitasi suatu model yang berarti tidak harus menerima penguatan dari orang lain. 


3.        3. TEORI KOGNITIF
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.  Vigotsky (1986) mengemukakan bahwa perkembangan  kognitif dan bahasa anak berkaitan erat dengan kebudayaan dan masyarakat dilingkungan anak. Untuk bahasa  yang sulit dipahami oleh anak digunakan istilah Zona perkembangan maksimal (ZPD), yaitu suatu proses perkembangan bahasa anak yg bersifat internal dan dinamis yang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki Dalam ZPD dikenal adanya batas rendah yaitu tingkat masalah yang dapat dipecahkan oleh anak. Sedangkan batas yang lebih tinggi yaitu  tingkat tanggungjawab yang dapat diterima anak dengan bantuan orang lain.
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).  
Menurut Peaget  mengatakan bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa yang akan terus berkembang (progresif) sebagai hasil dari pengalaman dan penalaran.  Perkembangan bahasa awal anak berkaitan erat dengan menyentuh, mendengar, melihat, merasa,dan membau.

            Para ahli kognitif menyakini adanya peran hubungan antara anak, orang dewasa, dan lingkungan social dengan perkembangan bahasa anak.  Perkembangan bahasa anak tidak terlepas dari konteks social dan perkembangan kognitif anak.  Awal perkembangan bahasa anak terjadi pada stadium sensori motorik yaitu ketika anak usia 18 bulan, di mana pada usia ini anak sudah memiliki pemahaman terhadap objek-objek tertentu, anak sudah mampu memanipulasi objek-objet  tersebut. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.