TEORI-TEORI PEMEROLEHAN
BAHASA
1. 1. TEORI
NATIVIS
Teori "Nativist" oleh
Chomsky", mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Saat
seorang anak dilahirkan, ia telah memiliki serangkaian kemampuan berbahasa yang
disebut "Tata Bahasa Umum" atau "Universal Grammar". Anak
tidak sekadar meniru bahasa yang ia dengarkan, tapi ia juga mampu
menarik kesimpulan dari pola yang ada. Ini karena anak memiliki sistem
bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (LanguageAcquisition
Devise/LAD). Menurut teori ini, anak perlu mendapatkan model pembelajaran
bahasa sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat, terutama untuk bahasa
kedua, sebelum usia 10 tahun. Chomsky merupakan penganut nativisme.
Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin
dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa
asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang
diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama
(merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di
dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai
dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa
anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang
rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah
sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu
yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia
yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language
acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan
diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar.
Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti
bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar
bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan
sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak
mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat
bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala
(Baradja, 1990:33).
2. 2. TEORI
BEHAVIORISTIK
Para ahli teori behavioristik
berpendampat bahwa anak dilahirkan tanpa membawa kemampuan apa-apa. Dengan
demikian anak belajar bahasa melalui pengondisian dari lingkungan, proses
imitasi, reward dan reinforcement atau penguatan.
Teori "Behaviorist" oleh
Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang
dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari
interaksi dengan lingkungannya melalui pengondisian stimulus yang menimbulkan
respons. Perubahan
lingkungan pembelajaran dapat memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak
secara bertahap cenderung akan diulang ketika mendapat dorongan yang
sesuai dengan kemampuan dari lingkungannya. Latihan untuk anak harus
menggunakan bentuk-bentuk Perilaku positif pada anak anak pertanyaan (stimulus)
dan jawaban (respons) yang dikenalkan secara bertahap, mulai dari yang
sederhana sampai pada yang lebih rumit.
Imitasi, reward,reinforcement dan
frekuensi suatu perilaku merupakan factor yang penting dalam mempelajari
bahasa. Sedangkan Bandura, menerangkan perkembangan bahasa dari sudut social.
Artinya anak belajar bahasa dengan melakukan peniruan atau imitasi suatu model
yang berarti tidak harus menerima penguatan dari orang lain.
3. 3. TEORI
KOGNITIF
Istilah “Cognitive” berasal dari
kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya
cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Vigotsky (1986) mengemukakan bahwa
perkembangan kognitif dan bahasa anak berkaitan erat dengan
kebudayaan dan masyarakat dilingkungan anak. Untuk bahasa yang sulit
dipahami oleh anak digunakan istilah Zona perkembangan maksimal (ZPD), yaitu
suatu proses perkembangan bahasa anak yg bersifat internal dan dinamis yang
dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki Dalam ZPD dikenal adanya batas
rendah yaitu tingkat masalah yang dapat dipecahkan oleh anak. Sedangkan batas
yang lebih tinggi yaitu tingkat tanggungjawab yang dapat diterima
anak dengan bantuan orang lain.
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah
yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal
dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan
perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).
Menurut Peaget mengatakan
bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa yang akan terus berkembang
(progresif) sebagai hasil dari pengalaman dan
penalaran. Perkembangan bahasa awal anak berkaitan erat dengan menyentuh,
mendengar, melihat, merasa,dan membau.
Para
ahli kognitif menyakini adanya peran hubungan antara anak, orang dewasa, dan
lingkungan social dengan perkembangan bahasa anak. Perkembangan
bahasa anak tidak terlepas dari konteks social dan perkembangan kognitif
anak. Awal perkembangan bahasa anak terjadi pada stadium sensori
motorik yaitu ketika anak usia 18 bulan, di mana pada usia ini anak sudah
memiliki pemahaman terhadap objek-objek tertentu, anak sudah mampu memanipulasi
objek-objet tersebut. Simbol ini kemudian berkembang menjadi
kata-kata awal yang diucapkan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar